LAJUPANTURA.COM - Isu kenaikan harga BBM bersubsidi semakin kencang terdengar di masyarakat. Namun hingga kini, Pemerintah belum juga memutuskan menaikkan atau tetap menahan harga bahan bakar (BBM) subsidi.
Ada banyak pertimbangan yang diterima jika BBM subsidi mengalami kenaikan. Paling tampak, kenaikan harga barang di sejumlah sektor, termasuk meningkatnya tekanan inflasi.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan kepada sejumlah menterinya untuk menghitung secara cermat dan komprehensif atas isu ini. Anggaran subsidi dan jaring pengamanan sosial menurut Jokowi harus disiapkan terlebih dahulu mengantisipasi kepanikan masyarakat.
Baca Juga: Gelontorkan Dana USD 30 Miliar, Jepang Berkomitmen Bantu Afrika Selama 3 Tahun
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan jika pemerintah dan DPR RI telah sepakat menganggarkan subsidi energi Rp 502 triliun dari APBN 2022 dari yang semula Rp 170 triliun.
Namun, kini persoalan datang kembali. Kuota BBM subsidi diprediksi akan habis sebelum akhir tahun 2022. Pemerintah pun masih menimbang apakah akan menaikkan harga BBM atau justru menambah anggaran subsidi kembali.
“Jadi kalau bilang subsidi jangan dicabut, wong duitnya Rp502 triliun [sudah dianggarkan]. Tapi karena harga lebih tinggi, kami waktu menyampaikan ke DPR untuk tambah anggaran subsidi,” ujar Sri Mulyani.
Baca Juga: Survei Elektabilitas Capres 2024: Prabowo Subianto Naik, Ganjar Pranowo-Anies Baswedan Stagnan
Selain karena kuota subsidi hampir habis, harga minyak dunia saat ini juga terus naik dan tidak stabil. Pemerintah saat ini menggunakan asumsi harga acuan minyak mentah atau ICP sebesar US$100 dolar AS per barel.
Menurut Sri Mulyani, selisih harga ICP tersebut membuat besaran subsidi dan kompensasi energi yang ditanggung pemerintah kian besar.
“Tapi karena harga lebih tinggi, kami waktu menyampaikan ke DPR untuk tambah anggaran subsidi kita gunakan asumsi US$100 per barel, Januari-Juli ini harga rata-rata ICP kita itu US$105 dolar per barel,” imbuh Sri Mulyani.
Baca Juga: Red Bull Berjaya di GP F1 Belgia, Verstappen Semakin Dekat Menjadi Juara Dunia
Harga keekonomian Solar menurut Menkeu saat ini Rp 5.150 per liter. Padahal, kata dia jika mengacu pada harga ICP US$100 per barel dan nilai tukar rupiah Rp14.450 per dolar AS, maka harga keekonomian Solar seharusnya Rp13.950 per liter.
Sementara itu, untuk harga Pertalite saat ini masih Rp 7.650 per liter. Jika mengikuti harga ICP US$100 dengan nilai tukar Rp14.450, maka harga Pertalite yang seharusnya itu Rp14.450 per liter.
Artikel Terkait
Pemerintah akan Kembangkan KEK Kesehatan Pertama di Indonesia, Cek Lokasi dan Penjelasannya Berikut
Perkuat Investasi, LG Corporation akan Pindahkan Pabrik ke Indonesia
Pupuk NPK Naik, Petani Sawit Menjerit
Utang RI Capai Rp 7.000 Triliun, Luhut Binsar Sebut Masih Dalam Kondisi Aman
Subsidi BBM Pertalite Semakin Menguat, Pemerintah Akan Kaji Ulang Kebijakan
Subsidi Energi Membengkak, Pemerintah akan Naikkan Harga Pertalite dan Solar
Subsidi APBN Jebol, Pemerintah akan Naikkan Harga BBM Subsidi