LAJUPANTURA.COM - Wacana kenaikan BBM bersubsidi jenis Pertalite kian menguat. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan tidak ragu untuk memutuskan perkara ini.
Presiden Jokowi menegaskan akan mengambil langkah tersebut jika memang dibutuhkan. Terlebih, keuangan negara yang digunakan untuk menahan beban subsidi kian membengkak mencapai Rp 502 triliun. Saat ini harga Pertalite masih Rp 7.650 dari harga keekonomisannya sebesar Rp 12 ribu.
Sejumlah indikator opsi menaikkan harga Pertalite menurut Presiden Jokowi sudah tampak. Selain karena beban keuangan negara yang semakin berat, harga minyak dunia kian naik diatas USD 100 per barel. Belum lagi, nilai tukar rupiah juga semakin melemah terhadap dolar Amerika.
Baca Juga: Normalisasi Hubungan dengan Iran, Uni Emirat Arab Kirim Duta Besar ke Teheran
Indonesia telah menjadi satu dari sekian negara yang masih mempertahankan harga BBM di tengah kebijakan negara lain yang justru sudah mulai mengerek kenaikan harga bensin. Disaat negara lain sudah menaikkan harga BBM, Pemerintah Indonesia masih mempertahankan harga dibawah Rp 10 ribu.
“Ingat di negara lain itu BBM sudah Rp 17 ribu. Ada yang Rp 31 ribu, kita masih Rp 7.650. Bahkan solar Rp 5.150, padahal harga keekonomian solar itu Rp 19 ribu, harga keekonomian Pertalite Rp 17.100. Pertamax harusnya Rp 17.300, kita masih Rp 12.500 karena semuanya disubsidi,” kata Presiden Jokowi.
Sejumlah resiko akibat kenaikan harga BBM, menurut Jokowi, sudah dihitung matang oleh pemerintah. Jokowi tidak ingin jika nantinya BBM dinaikkan berdampak pada inflasi dan ketegangan politik dalam negeri.
Beberapa hari yang lalu, isu kenaikan harga BBM telah disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut mengatakan pemerintah dan Presiden Jokowi telah menyusun skema penyesuaian harga BBM untuk mengurangi beban subsidi.
“Pemerintah masih menghitung beberapa skenario penyesuaian subsidi dan kompensasi energi dengan memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat. tapi untuk diketahui harga BBM di Indonesia relatif lebih murah dibanding mayoritas negara di dunia,” kata Luhut.
Isu kenaikan harga Pertalite ini menyebabkan rupiah melemah pada Senin, 22 Agustus 2022 kemarin. Depresi rupiah mencapai 0,37% ke Rp 14.890 untuk per US$ 1. MEnurut Ekonom Bank Danamon, Irman Faiz inflasi inti dan stabilitas rupiah masih terkendali.
Baca Juga: Krisis Pangan Belum Usai, Indonesia Wacanakan Produksi Sagu sebagai Pengganti Gandum
Namun, jika Pertalite jadi dinaikkan, maka ada kemungkinan Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga guna meredam inflasi. Irman mengatakan kenaikan suku bunga BI akan sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah terkait energi. Jika pemerintah menaikkan harga Pertalite maka hal tersebut bisa mengubah arah kebijakan BI.
“Kemungkinan bulan depan BI baru menyesuaikan jika inflasi inti naik di atas 3% atau Pertalite jadi dinaikkan oleh pemerintah,” ujar Imran.
Artikel Terkait
TNI AU-Angkasa Pura II Serahkan Pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma kepada PT Angkasa Trasportindo Selaras
Pemerintah akan Kembangkan KEK Kesehatan Pertama di Indonesia, Cek Lokasi dan Penjelasannya Berikut
Perkuat Investasi, LG Corporation akan Pindahkan Pabrik ke Indonesia
Pupuk NPK Naik, Petani Sawit Menjerit
Utang RI Capai Rp 7.000 Triliun, Luhut Binsar Sebut Masih Dalam Kondisi Aman
Subsidi BBM Pertalite Semakin Menguat, Pemerintah Akan Kaji Ulang Kebijakan
Subsidi Energi Membengkak, Pemerintah akan Naikkan Harga Pertalite dan Solar